Bagi wanita, setelah ia berkeluarga maka
suaminya lebih wajib ditaati daripada ibu dan bapaknya sendiri. Suami
wajib membimbing dan mengarahkan istrinya untuk taat kepada Allah Ta'ala
sebagaimana ia berkewajiban memenuhi nafkah mereka berupa sandang
(pakaian), pangan (makan dan minum) dan papan (tempat tinggal). Untuk
sempurnanya tugas dan kewajiban ini, hendaknya suami berada pada satu
wilayah yang ia bisa menegakkan kepemimpinannya. Di antaranya
memiliki/tinggal di rumah sendiri. Sedangkan kalau tinggal bersama
mertua, maka bisa jadi ia tidak bisa menjalankan tugas qawamah
(kepemimpinan) tersebut dengan baik. Apalagi kalau orang tua intervensi
dalam keluarga, maka ini adalah kondisi yang tidak bisa dibenarkan. Oleh
sebab itu, keputusan untuk membawa istri dan anak-anak Anda ke tempat
kerja Anda sekarang –jika tidak ada kekhawatiran akan rusak agama dan
akhlah mereka- adalah tindakan benar. Dan seharusnya istri Anda dan
orang tuanya dengan legowo melepasnya dengan terus didoakan agar Allah menjaga mereka.
Dan jika terjadi, seorang istri tidak
mau taat kepada suami (membangkang perintah dan keputusannya yang
ma'ruf) maka tindakan pelurusan haruslah dilakukan. Suami tidak boleh
terburu-buru untuk menggunakan hak talaknya. Apalagi Anda sudah memiliki
tiga putera yang pastinya perceraian akan berdampak dalam kehidupan
mereka.
Di antara tuntunan Islam dalam menyikapi istri yang membangkang (nusyuz) kepada suami terdapat dalam firman Allah Ta'ala:
وَاللَّاتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya
Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. Al-Nisa': 34)
Wanita yang sudah membangkang kepada
suami dengan tidak mau mentaatai perintahnya dan membuatnya marah, maka
ia harus dinasihati dan ditakuti-takuti akan siksa Allah dalam
pembangkangannya (maksiat) tersebut. Allah telah menetapkan kewajiban
atas istri untuk taat kepada suaminya dan mengharamkan sikap durhaka
kepadanya. Allah juga telah menetapkan kewajiban padanya untuk mencari
keridhaan suaminya dan menjauhi kebenciannya, serta tidak enggan
melayani suaminya kapan saja ia mau.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda, "Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada
orang, pasti aku perinthakan seorang istri untuk taat kepada suaminya,
karena besarnya hak yang dimiliki suami atasnya." (HR. al-Tirmidzi dan
Ahmad)
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin 'Auf, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda, "JIka wanita menjalankan shalat lima waktu, berpuasa sebulan
penuh, menjaga kemaluannya, dan taat kepada suminya maka dikatakan
kepadanya; Masuklah surga dari pintu mana saja yang engkau mau." (HR.
Al-Tirmidzi dan Ahmad)
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda, "Siapa wanita yang meninggal dunia sementara suaminya ridha
kepadanya maka ia pasti masuk surga." (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
pernah berkata kepada Bibi Husain bin Mihshan, "Perhatikan penialiannya
terhadapmu sesungguhnya ia (suamimu) adalah surga dan nerakamu."
(Hadits Hasan riwayat Ahmad)
Dalam riwayat Bukhari dan Muslim
disebutkan, "Siapa wanita (istri) yang dipanggil suaminya ke ranjangnya
(untuk melayaninya) tapi ia menolak, maka Malaikat melaknat istri
tersebut sampai pagi."
Jika sudah dinasihati namun ia tetap tidak sadar, maka "dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka"
yang menurut Ibnu Abbas: Masih satu ranjang tapi dipunggungi, tidak
digauli, dan tidak diajak bicara. Sementara menurut yang lain, tidak
satu ranjang dengannya tapi masih satu kamar. Jika wanita normal, pasti
ia tersiksa dengan itu.
Jika tetap tidak mau sadar, maka " pukullah mereka
" yaitu pukulan di selain wajah dan tidak melukai dan tidak membuat
cacat, seperti memukul dengan telapak tangan dan semisalnya. Jika tetap
tidak mau sadar, maka ambil perwakilan dari keluarga besar istri dan
satu perwakilan dari keluarga besar suami untuk berembuk dan
menyadarkan. Jika tidak juga, barulah proses cerai dilakukan.
Semoga Allah tetap menjaga keluarga
Anda, menyatukan hati Anda berdua dan melunakkan masing-masing untuk
tunduk kepada ketetapan Islam dalam aturan hak dan tanggungjawab dalam
keluarga. Semoga bermanfaat, baarakallahu fikum. [PurWD/voa-islam.com]
Oleh: Badrul Tamam
No comments:
Post a Comment